PAACLA Indonesia , Bersama Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak
18 January 2020
PAACLA Indonesia Latih Anggota Tentang DME Penanggulangan Pekerja Anak
31 January 2020
PAACLA Indonesia , Bersama Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak
18 January 2020
PAACLA Indonesia Latih Anggota Tentang DME Penanggulangan Pekerja Anak
31 January 2020

Resolusi 2020: Desaku Layak Anak

Di penghujung tahun, biasanya banyak bertebaran status di media sosial tentang resolusi di tahun yang baru. Ada yang menginginkan kehidupan yang sukses, cepat menikah, punya pekerjaan baru, bisa pergi ke luar negeri dan banyak hal-hal yang diharapkan terjadi pada tahun baru. Nah, di akhir 2019, ada penggerak-penggerak desa yang sedang memikirkan sebuah resolusi, sebuah pemikiran jangka panjang untuk kehidupan anak-anak. Ya, mereka merupakan perangkat desa, BPD, tokoh pendidikan, tokoh agama yang serius mengikuti Lokakarya Pengembangan Model Desa Layak Anak di Jember yang difasilitasi oleh LPKP Jatim*. Kehadiran mereka untuk mengembangkan ide dan merancang sebuah model bagaimana desa-desa mereka bisa disebut Desa/Kelurahan Layak Anak.

Jika selama ini kita sering mendengar penilaian atau penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maka makin lama konsep layak anak ini digulirkan sampai ke tingkat yang paling dekat dengan anak, yaitu lingkungan desa/kelurahan. Tapi, apa sebenarnya yang disebut dengan Kabupaten/Kota Layak Anak?

KLA* adalah Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Dengan demikian, pengembangan Desa/Kelurahan Layak Anak (Dekela) juga harus melibatkan berbagai unsur dan sumber daya untuk menjamin terpenuhinya hak anak di wilayah tersebut. Sebagai pijakan awal, penting bagi para penggerak di komunitas memahami apa Hak Anak dan langkah praktis yang bisa dilakukan sebagai upaya menghidupi nilai-nilai itu. Proses memahami Hak Anak sendiri memerlukan waktu dan proses yang lama, karena memasukkan konsep baru tentang anak, bagaimana memberikan perhatian dan menghargai anak, masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Belum semua hal yang dibahas dalam Hak Anak dimengerti dan diterima sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Masih ada tradisi, pandangan dan juga ajaran-ajaran zaman dulu yang masih kuat dan diyakini untuk dilanjutkan. Tetapi zaman terus berkembang, anak-anak  harus menjadi pusat pembangunan karena merekalah yang nantinya menjadi pemimpin dan meneruskan kehidupan di masa depan. Jadi, langkah untuk membangun lingkungan yang berperspektif Hak Anak menjadi tujuan bersama. Inilah momen yang baik untuk memulai merancang desa tempat tinggal anak-anak yang layak bagi kehidupan mereka (Dekela).

Para kader mendiskusikan tema Desa yang Ideal untuk anak dengan menggunakan teknik kolase. Mereka merancang model desa dengan menggunakan informasi atau gambar yang ada dalam surat kabar. Ada banyak harapan dan mimpi yang dituangkan peserta dalam kolase yang dihasilkan. Dalam kolase, desa yang ideal itu bak istana yang memberikan harapan dan menjadi sarana untuk memunculkan kreativitas anak-anak. Gambar dan informasi yang ditampilkan tentang kegiatan seni budaya, pengasuhan, pembangunan fisik, kerukunan beragama, pendidikan tinggi, kecukupan makan dan kesehatan, sarana olahraga dan pelaku kejahatan dihukum merupakan gambaran tentang kehidupan yang diidamkan mereka. Hasil kolase ini merupakan ide awal yang harus dikembangkan menjadi kegiatan atau program yang lebih nyata diterima dan dirasakan manfaatnya oleh anak dan keluarga. Salah satu desa merumuskan istilah Pakelingan yang merupakan singkatan dari Pendidikan, Kreatif dan Lingkungan untuk menjadikan sasaran yang perlu dibangun untuk mewujudkan Desa yang Ideal. Nah, bagaimana langkah selanjutnya agar ide desa yang ideal bisa terwujud?

Setelah berangan-angan tentang desanya, dengan fasilitasi Ibu Ning Sutiah dan Bapak Nanang Chanan, yang selama ini giat mengadvokasi tentang perlindungan anak di Jawa Timur, peserta mulai mendiskusikan dengan serius langkah-langkah merumuskan model Desa Layak Anak. Dengan mengacu pada indikator pengembangan Dekela yang mencakup: Penguatan Kelembagaan, Hak Sipil dan Kebebasan, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan alternatif, Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar, Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, Perlindungan Khusus, peserta sungguh-sungguh ingin membawa hasil diskusi ini sebagai gagasan Resolusi 2020: Desaku Layak Anak.

Lokakarya Pengembangan Model Desa Layak Anak ini merupakan momen untuk menggerakkan perubahan di lingkungan desa tempat anak-anak tinggal. Bersama para kader, mulai mengadvokasi aparat desa, pelaku usaha dan media massa untuk mau terlibat dalam pembangunan di desa. Apakah bisa mewujudkan Desa Layak Anak? Dengan perencanaan yang matang, kebersamaan dengan berbagai pihak dan komunikasi yang terus dibangun, sebuah mimpi bisa diwujudkan. Mimpi tentang desaku yang ideal bukan angan-angan, bergerak untuk perubahan, mulai 2020! Ayo wujudkan Desaku Layak Anak.

Catatan:
*definisi diambil dari website kla.id
*Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan, LSM yang berkantor di Malang dengan fokus pada isu anak dan masyarakat

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Indonesiana

Penulis: Maria Clara Bastiani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *