Ciptakan Nol Pekerja Anak dengan Panduan Standar Praktik untuk Perusahaan dan Rantai Pasok Pertanian
20 March 2024
Ciptakan Nol Pekerja Anak dengan Panduan Standar Praktik untuk Perusahaan dan Rantai Pasok Pertanian
20 March 2024

Perumusan Panduan Praktik Penanggulangan Pekerja Anak Bersama Pemangku Kepentingan di Industri Sektor Pertanian

Jakarta – “Keselamatan anak yang bekerja menjadi hal yang penting. Akan tetapi, sebisa mungkin kita melihatnya secara umum bahwa memang anak dibawah 18 tahun seharusnya dan seyogianya adalah bersekolah.” Ungkap Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/BAPPENAS dalam sambutan acara Pertemuan Konsultasi dalam Perumusan Panduan Praktik Menanggulangi Pekerja Anak bagi Perusahaan dan Rantai Pasok di Sektor Pertanian, pada 28 Maret 2024 di Hotel Harper, Jakarta. 

Pertemuan konsultasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan yang dilaksanakan sebelumnya di Surabaya, pada 14 Maret 2024 lalu bersama dengan perusahaan dan pemangku kepentingan di sektor pertanian Tembakau. Rangkaian konsultasi dan diskusi ini akan terus dilakukan untuk memastikan dan mendapatkan perspektif dari perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya agar relevansi dan kontekstualisasi standar yang akan disusun tentang penanggulangan pekerja anak dapat sesuai dengan praktiknya. 

Sesi pertemuan konsultasi kedua di Jakarta, dihadiri oleh perwakilan dari Direktur Ketenagakerjaan Bappenas, Direktorat Binariksa Kemnaker, PT. Minamas Plantation, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), PT. Wilmar Group, PT SMART Tbk, Jala Samudera Mandiri (JSM), International Labour Organization (ILO), Save the Children Indonesia, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), HUKATAN, dan JARAK. 

Pertemuan dibuka oleh Andi Akbar selaku Kepala Seknas PAACLA Indonesia, beliau menegaskan secara khusus kepada stakeholders terkait, mengenai peran yang seharusnya dilakukan dalam proses perumusan panduan praktik ini “Bersama dengan pihak yang paling mengetahui, pihak yang paling berkepentingan dengan standar praktik ini, yakni tentu saja adalah sektor industri.” tegasnya. 

Hal tersebut dipertegas kembali oleh Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc selaku Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas sekaligus Koordinator PAACLA Indonesia, dalam sambutannya “Kami mengajak Bapak dan Ibu untuk mempromosikan hal ini (bebas pekerja anak), sehingga kita bisa menanggulangi dan mengatasinya secara bersama-sama.” Ungkap Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc. 

Pada pertemuan ini, PAACLA Indonesia juga sekaligus menyambut hangat bergabungnya Minamas Plantation dan Jala Samudera Mandiri (JSM) sebagai anggota ke-30 dan ke-31. Sambutan hangat ini juga sekaligus pemberian sertifikat keanggotaan kepada perwakilan dari Minamas Plantation dan Jala Samudera Mandiri (JSM) oleh Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc, Andi Akbar, dan Misran Lubis dari perwakilan PAACLA Indonesia.

Selanjutnya, sesi konsultasi perumusan panduan praktik ini dipandu oleh Misran Lubis selaku Project Manager ACCLAIM. Proses konsultasi diawali dengan pemaparan presentasi mengenai program ACCLAIM dan penjabaran lebih mendalam mengenai latar belakang perlunya merespon isu pekerja anak. Dalam presentasi yang dilakukan oleh Misran Lubis, beliau menyampaikan bahwa sampai saat ini, pertanian terlebih di rantai pasok pertanian masih banyak keterlibatan pekerja anak. Hal ini sejalan dengan laporan-laporan yang dikemukakan oleh LSM. 

Dalam praktiknya di lapangan pun masih banyak perusahaan yang melakukan “permainan tidak sehat”. Maksudnya, pada tingkatan nasional, ada perusahaan yang mendapatkan keuntungan menggunakan pekerja anak. Akan tetapi di dalam praktiknya, mereka masih belum memiliki komitmen yang sama untuk mengatasi isu pekerja anak. Sementara, untuk di tingkat internasional, perusahaan multinasional sudah memiliki komitmen, tanggung jawab, dan etika sebagai usaha mereka mengatasi isu pekerja anak di dalam bisnisnya. 

Berdasarkan hasil assessment yang telah dilakukan sebelumnya oleh PAACLA Indonesia, terdapat beberapa temuan di lapangan bahwa definisi pekerja anak masih belum ditentukan secara rinci dalam perumusan kebijakan di perusahaan, adanya kesenjangan penetapan batas usia kerja, dan pada akhirnya situasi seperti ini menimbulkan risiko eksploitasi pada anak. 

Maka dari itu, dalam upaya mengatasi dan merespon isu pekerja anak di sektor pertanian, perlu dirumuskan standar praktik ketenagakerjaan terkait pekerja anak di sektor pertanian. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk komitmen bersama untuk keberlanjutan bisnis yang lebih mengedepankan HAM, hak anak, serta keselamatan anak. Adanya panduan ini diharapkan juga dapat membantu pemerintah dan perusahaan dalam upaya penerapan kebijakan nasional mengenai isu pekerja anak. 

Penyusunan rumusan panduan standar praktik dalam rangka menanggulangi pekerja anak bagi perusahan dan rantai pasok pertanian ini nantinya akan disahkan dan dipublikasikan oleh Kemnaker. Hingga pada akhirnya, untuk memahami panduan ini akan dilatih kepada 60 orang Master of Trainer. 60 orang Master of Trainer ini nantinya diharapkan dapat menghasilkan 600 orang lainnya yang dapat memahami panduan dan dapat menyebarkan ilmu dan pengetahuannya mengenai panduan standar praktik dalam rangka menanggulangi pekerja anak bagi perusahan dan rantai pasok pertanian. 

Para peserta yang hadir menyambut baik usulan dan memberikan dukungannya terhadap pembentukan panduan praktik dalam rangka menanggulangi pekerja anak bagi perusahan dan rantai pasok pertanian. Tanggapan kritis pun disampaikan dari perwakilan International Labour Organization (ILO), Abdul Hakim. Beliau menyampaikan bahwa “Perlu adanya penyamaan persepsi mengenai definisi dari pekerja anak itu. Selain itu, perlu diidentifikasi lagi siapa yang akan menjadi penerima manfaat dari panduan ini.

Tanggapan lain pun dilontarkan oleh perwakilan dari Kemnaker yakni Tundjung Rijanto ia mengatakan bahwa, “Perlu ada aturan yang lebih detail dan dielaborasikan lagi mengenai seperti apa anak di lingkungan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja anak, hak serta kewajiban yang perlu diidentifikasikan lebih lanjut.

Dalam sesi diskusi yang terjadi, banyak pula tanggapan yang menyoroti mengenai tingkat berbahaya dari pekerja anak. Terlebih kepada permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Maka dari itu, perlu pula untuk lebih mendefinisikan bahaya bukan secara umum saja. Akan tetapi, lebih menjelaskan detail jenis bahaya dari pekerja anak. Selain itu, panduan ini diharapkan tidak hanya berisikan batas usia pekerja anak saja. Namun, lebih menjelaskan secara terperinci lagi indikator mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang anak di pertanian. Kemudian, terdapat juga tanggapan mengenai perlunya penjelasan mendalam mengenai risiko sosial dan nature dari adanya pekerja anak. Hal ini karena di Indonesia terdapat adat yang memperbolehkan anak membantu orang tuanya dalam rangka melakukan keberbaktian anak kepada orang tuanya. 

Terakhir, dalam pertemuan diskusi ini juga mengajak masing-masing perwakilan dari pemerintah, perusahaan, dan LSM untuk bergabung menjadi working group dalam penyusunan panduan praktik dalam rangka menanggulangi pekerja anak bagi perusahan dan rantai pasok pertanian. Panduan ini kedepannya diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap keputusan dan kebijakan pekerja anak dalam perusahaan secara jangka panjang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *