Rilis HDMPA 2021 Bertindak Sekarang Hapuskan Pekerja Anak
13 June 2021
Indonesia Hadapi Tantangan Pekerja Anak di Sektor Pertanian, Lebih dari 800 Ribu Anak Terjebak dalam Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
22 June 2021
Rilis HDMPA 2021 Bertindak Sekarang Hapuskan Pekerja Anak
13 June 2021
Indonesia Hadapi Tantangan Pekerja Anak di Sektor Pertanian, Lebih dari 800 Ribu Anak Terjebak dalam Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
22 June 2021

Penerapan Agricultural Labour Practices (ALP) Mendukung Penghapusan Pekerja Anak di Sektor Tembakau

Malang, 18/06/2021

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pengawasan Mutu, Penyediaan dan Peredaran Benih/ Bibit Perkebunan Tahun 2021, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan Pertemuan Penerapan ALP (Agricultural Labour Practices) dalam Praktik Budidaya Tembakau. Dalam kegiatan tersebut PAACLA Indonesia diundang sebagai salah satu narasumber untuk menjelaskan tentang penerapan salah satu pilar ALP, yakni Penghapusan Pekerja Anak (Elimination for Child Labour). Misran Lubis selaku Kepala Sekretariat Nasional (Seknas) PAACLA Indonesia memaparkan konsep Kemitraan Multi Pihak untuk Penanggulangan Pekerja Anak di Pertanian. Dalam paparannya, Misran Lubis menjelaskan bahwa isu Pekerja Anak merupakan isu komplek dan telah menjadi perhatian serius masyarakat global. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen untuk menghapuskan segala bentuk pekerjaan yang berbahaya bagi anak.

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang berkontribusi besar pada kehadiran pekerja anak, di Indonesia lebih dari 58% pekerja anak berada di sektor pertanian. Oleh karenanya membangun kemitraan multi pihak menjadi langkah strategis untuk penanggulangan pekerja anak, mulai dari intervensi pencegahan, penanganan, pemulihan, dan remediasi.

Namun untuk mencapai sebuah kesepakatan kemitraan multi pihak, di mana keterlibatan pemerintah daerah, perusahaan, kelompok-kelompok petani, dan Lembaga Swadaya Masyakarat (LSM), perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang hal-hal mendasar mengenai kerangka hukum nasional dan internasional yang terkait pekerja anak. Para aktor yang akan membangun kemitraan perlu memahami definisi usia anak, meskipun secara normatif telah disepakati bahwa usia anak sebelum mencapai 18 tahun, tetapi persepsi di masyarakat dan budaya yang berkembang masih memiliki keragaman pemahaman. Demikian juga halnya dengan batasan usia anak boleh melakukan pekerjaan, bentuk pekerjaan yang dibolehkan dan yang berbahaya bagi anak, masih terjadi keragaman persepsi. “Setelah kita membangun pemahaman bersama, maka proses-proses membangun kemitraan dapat dilakukan, membangun kelembagaan kemitraan di daerah, merancang agenda bersama, aksi sinergi dan langkah-langkah untuk mengukur pencapaian bersama,” ungkap Misran Lubis.

Pertemuan penerapan ALP yang diselenggarakan di Hotel Aria Gajayana Malang, menghadirkan lebih dari 100 peserta, berasal dari 27 Dinas Perkebunan Kabupaten se-Provinsi Jawa Timur, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur, dan kelompok-kelompok tani tembakau. Kegiatan yang dimoderatori Ibu Ambar dari Dinas Perkebunan Jawa Timur, juga menghadirkan narasumber dari perwakilan perusahaan tembakau PT. Alliance One Indonesia (AOI), Agung P.Kiswara. yang menjelaskan tentang 7 pilar ALP, di mana isu pekerja anak merupakan pilar pertama dalam ALP.

Ibu Ambar mengakhiri sesi pertemuan ini dengan menyampaikan bahwa sosialisasi dari PAACLA Indonesia dan AOI pada pertemuan ini adalah langkah awal untuk membangun kemitraan di daerah. Untuk selanjutnya pemerintah provinsi dan kabupaten se-Jawa Timur, perlu menindaklanjuti dengan berbagai pihak di masing-masing kabupaten dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki sistem pertanian tembakau di Jawa Timur agar lebih melindungi anak-anak.

(Seknas PAACLA Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *